



- Lari Sambil Ngutip Sampah, Harris Hotel & Suites Nagoya Batam Bareng Pelari Komunitas Ciptakan Lingkungan Sehat
- Swap Station di Batam Bakal Ditarik September 2025, Pengguna Motor Smooth Listrik Tolak dan Kecewa
- GAWAT, Istri Ketahuan Main Serong Suami di Batam Malah Ditabrak Lalu Ditusuk Pria Diduga Selingkuhan
- Amsakar Buka Turnamen Bulutangkis Anniversary ke-3 TM Square
- Hari Pariwisata Dunia 2025: Kolaborasi ASPPI, LAM dan Disbudpar Bersihkan Cagar Budaya Rumah Limas Potong Batam
- BP Batam Tindak Cepat Keluhan Warga Fantasy, Atasi Persoalan Air Bersih
- Ayola Signature Ocarina Resmi Beroperasi Hari Ini di Batam: Tempat Nginep Nyaman Plus Pemandangan Pantai
- PLN Batam Sabet 4 Penghargaan dari ENSIA 2025
- Mengenal Sunaryo Lebih Dekat, Tiga Dekade Dedikasikan Hidupnya Melayani Energi sebagai Operator SPBU
- Even Kenduri Seni Melayu Dapat Penghargaan dari Gubernur di Hari Jadi Provinsi Kepri ke-23
Museum Batam Mendatangkan Peneliti Melayu asal Singapura sebagai Penyampai Materi Koleksi

Keterangan Gambar : Dr Vivienne Wee di Museum Batam Raja Ali Haji, Batam, Kepulauan Riau, baru-baru ini. /Disbudpar Batam
KORANBATAM.COM - Siang itu, kapal yang ditumpangi Dr Vivienne Wee berlabuh di Pelabuhan Internasional Batam Center. Dengan tas ransel di punggung dan beberapa pasang baju untuk berganti, beliau melangkahkan kaki di Kota Batam, Bandar Madani.
Teriknya matahari tak menyurutkan niatnya untuk berbagi ilmu kepada Museum Batam.
Dr Vivienne Wee merupakan seorang antropolog, peneliti sekaligus direktur manajer di Ethnographica Limited, sebuah perusahaan konsultan di bidang sosial dan budaya yang berlokasi di Singapura.
Ia juga aktif menulis buku dan jurnal dengan fokus utama pembahasan tentang Orang Laut dan etnik Melayu di Riau, Singapura dan Malaysia.
Kedatangan Dr Vivienne Wee ke Batam merupakan undangan dari Museum Batam Raja Ali Haji dalam rangka pendokumentasian penjabaran deskripsi koleksi museum.
Sebanyak 20 koleksi museum dijelaskan oleh para ahli di bidangnya yang diundang langsung oleh pihak museum.
Koleksi tersebut meliputi Rebab, Kompang, Surat Keputusan Penetapan Kota Batam, Pakaian Dinas Wali Kota, Klenang, Biola dan Erhu.
Lalu Motif Sulam, Jam Dinding, Lastik/Ketapel, Yoyo, Pakaian Adat Melayu Perempuan, Telepon Kaleng, Pakaian Adat Melayu Laki-laki, Guci Kecil, Guci Besar, Cepuk, Teko, Piring Logam hingga Buli-buli.
Adapun koleksi yang dibahas oleh Dr Vivienne Wee antara lain Erhu, alat musik gesek asal Tiongkok. Keberadaan Erhu di Museum Batam menjadi bukti adanya migrasi masyarakat Tiongkok ke Nusantara, khususnya Kepulauan Riau, melalui Laut Tiongkok Selatan.
Kedua Yoyo, permainan tradisional yang berkembang tidak hanya di Kepulauan Riau, tetapi juga di berbagai negara seperti Inggris, Skotlandia, Prancis, India, Korea dan Jepang.
Dalam video penjelasannya, Dr Vivienne memaparkan asal-usul nama dan sejarah permainan ini.
Ketapel/Lastik, yang dirancang untuk menembakkan proyektil seperti batu, peluru baja, peluru senapan angin, paku kecil atau bahkan anak panah. Senjata ini dapat mematikan bagi burung, hewan maupun manusia.
Telepon kaleng, alat komunikasi akustik jarak dekat untuk menyampaikan suara atau musik. Konsepnya telah diuji Robert Hooke pada 1667, sebelum penemuan telepon elektromagnetik oleh Alexander Graham Bell pada 1876.
Meski sempat dipasarkan, telepon akustik kalah bersaing dan pada abad ke-20 di Eropa hanya digunakan di sekolah untuk mengajarkan konsep getaran suara kepada anak-anak.
Selain mendatangkan antropolog asal Singapura, hadir pula praktisi budaya Melayu asal Kepulauan Riau (Kepri), Muhammad Zen yang membahas pakaian adat pengantin laki-laki dan perempuan khas Melayu.
Dalam kegiatan ini, Museum Batam menggandeng videografer dari agensi kreatif Kuma yang didirikan oleh Thatit Dhewangga pada tahun 2023.
Pada hari pertama, enam materi dari dua narasumber berhasil direkam. Kegiatan akan dilanjutkan selama tiga hari ke depan untuk merekam 16 materi koleksi lainnya bersama para ahli di bidang masing-masing.
(*)


