



- Samsat Anambas Beri Diskon ke Masyarakat yang Bayar Pajak
- Tanggapan dan Jawaban Bupati Anambas Pandangan Umum RPJMD 2025-2029
- PLN Batam Gelar Diskusi Publik, Jelaskan soal Penyesuaian Tarif Listrik untuk Rumah Tangga Mampu
- PWI Kepri dan Batam Ziarahi Makam Sahabat Sejawat Penuh Haru
- Segera Bergulir Juli Ini, Batam 10K Diikuti Pelari Asing dari Berbagai Negara
- Duta Besar Australia Lawatan ke Batam
- Dorong Pertumbuhan Industri, PLN Batam Hadirkan Layanan Khusus Kelistrikan
- CIMB Niaga Gelar Festival Musik Sunset 2 Hari di Kebun TMII Jakarta
- PLN Batam Siap Laksanakan Kebijakan Tarif dari Pemerintah Mulai 1 Juli 2025
- Penemuan Batu Bata Bersejarah di Dapur Arang Batam
KPPAD Soroti Kasus Anak Korban Kekerasan hingga Meninggal Dunia

Keterangan Gambar : Ketua KPPAD Kepri, Eri Syahrial. (Foto : ilham)
KORANBATAM.COM, BATAM - Kasus kekerasan yang dialami oleh bernama inisial SRYP (15) atau disapa Y yang menyebabkan koma dan akhirnya meninggal dunia, menuai pendapat dari Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kepulauan Riau (Kepri), Eri Syahrial, Sabtu (22/8/2020).
Ia mengatakan, bahwa sedari awal kasus tersebut, sudah melakukan upaya-upaya pelaksanaan sistem peradilan pidana anak.
“Kita tahu bahwa, pelaku inisial (AS) atau disapa (P) dan korban (Y) ini sama-sama berusia anak. Ini sudah diatur oleh Undang-Undang, sehingga kita sebagai komisi pengawasan tentu mengawasi jalannya atau implementasi Undang-Undang ini,” ujar Eri, ketika diwawancarai KORANBATAM.COM di sebuah kafe Morning Bakery Kopitiam KBC, tepatnya di Kawasan Ruko King Business Centre (KBC), Batam Centre, Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Jumat (21/8/2020) sore, sekira pukul 15.34 WIB.
Dalam kasus tersebut, kata Eri, pelaku adalah seorang pelajar yang usianya sudah melewati umur 14 tahun, boleh dilakukan proses secara hukum.
“Dalam kasus ini, pelaku seorang pelajar usia udah lewat dari 14 tahun. Itu boleh diproses secara hukum. Kemudian upaya diversi memang sudah ada kemarin dilakukan, tetapi gagal dan waktu itu kondisi anak (korban) dalam keadaan koma di Rumah Sakit Budi Kemuliaan (RSBK) Batam,” kata Eri, sore itu.
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Ketika sekarang, lanjut Eri, kondisi anak sudah meninggal dunia (korban Y) tentu ada perubahan dalam penyelidikan terutama terhadap tindak pidana atau pasal delik yang disangkakan kepada pelaku/ABH (Anak yang berhadapan dengan hukum.
“Terhadap tersangka (ABH) ini, ancaman hukumannya kan menjadi naik. Mestinya lima (5) tahun menjadi 10 tahun. Ini termasuk penganiayaan berat, berat dalam artian menyebabkan korban meninggal,” kata dia.
Artinya, tambah Eri, disisi diversi tidak bisa dilakukan dan proses hukum harus tetap dilanjutkan hingga proses di pengadilan.
“Kami dari Komisi Pengawasan anak, tentu melihat di satu sisi (korban) anak dan disisi lain (pelaku) juga anak. Sampai sejauh ini tidak ada upaya diversi, ya tentu kami mengawasi ada keadilan bagi kedua belah pihak sehingga berjalan sesuai aturan yang ada. Mudah-mudahan dengan seperti itu, keluarga korban bisa mendapatkan keadilan dan disisi lain dari ABH atau keluarganya juga merasa bahwa apa yang disangkakan kepada anaknya sudah sesuai dengan aturan,” terang Ketua KPPAD Kepri itu.
Eri berharap terhadap proses hukum, agar sesuai ketentuan yang sudah ada. Acuannya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang sistem peradilan pidana anak.
“Harapan saya tentu berjalan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada. Kebetulan dari orang tua korban juga sudah membaca dan memahami isi Undang-Undang itu. Sehingga berharap kepada kami, bagaimana proses hukum ini berjalan sesuai dengan aturan yang sudah ada, pelaku bisa diproses dengan hukum meskipun ada aspek-aspek perlindungan terhadap ABH, seperti perlindungan hukumnya dan segala macam,” ujarnya.
“Dan saya sudah koordinasi dengan pihak penyidik bahwa proses hukum akan berlanjut dan tentu nantinya ABH akan di sidang. Ya sampai sejauh ini, ya kita mengawasi sampai proses ini selesai. Ada keadilan bagi kedua belah pihak gitu,” sambungnya.
Eri berpesan kepada anak-anak khususnya di Kota Batam, agar tidak mudah untuk melakukan Bully (Perundungan) kekerasan fisikis dan termasuk kekerasan fisik yang mengakibatkan trauma, luka berat, bahkan meninggal dunia.
“Pesan saya, tentu anak-anak tidak gampang ya, melakukan bully yang mengakibatkan bisa saja korban itu mengalami trauma, luka berat hingga meninggal. Karena kasus-kasus seperti ini kan juga lumayan ya, sering terjadi. Bermain dengan teman sebayanya, itu tidak lepas dari kadang-kadang dalam hal-hal yang membahayakan. Nah ini kadang-kadang kurang disadari oleh anak. Dan tentunya perlu edukasi dari orang tua, lingkungan sekitar dan termasuk juga pendidik (guru). Jangan sampai kasus-kasus seperti ini terulang lagi dimasa yang akan datang,” harapan Eri.
Sementara, Joko Purnomo ayah dari anak bernama inisial SRYP atau disapa Y (almarhum) berharap terhadap pihak penegakan hukum, agar hukum betul-betul ditegakkan sesuai aturan-aturan yang ada.
“Kami di pihak korban, ingin mendapatkan keadilan untuk hak-hak dari korban (anak saya) yang telah direnggut. Di sini hak-hak anak saya telah direnggut semuanya,” ujar Joko, meminta hak-hak hukum atas anaknya yang telah direnggut.
Selain itu, Joko tak lupa memberi pesan kepada pihak guru-guru SD, SMP dan SMA agar jangan ada peristiwa seperti ini terulang lagi (Bully) dimasa yang akan datang.
“Kita selaku orang tua baik itu pendidik atau orang tua dirumah, harus saling memperhatikan anak-anak kita. Jangan sampai terjadi lagi bullian dan kekerasan terhadap anak. Seperti anak saya,” pungkasnya.
(ilham)


