Ketua KPK: Ada 5 Daerah yang Rawan Korupsi sesuai Hasil SPI
KORANBATAM.COM 27 Apr 2022, 16:34:56 WIB
HUKUM DAN KRIMINAL
Ketua KPK: Ada 5 Daerah yang Rawan Korupsi sesuai Hasil SPI

Keterangan Gambar : Ketua KPK, Firli Bahuri. /net


KORANBATAM.COM - Ada lima daerah rawan terjadinya tindak pidana korupsi (Tipikor) berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua KPK, Firli Bahuri, mengatakan, SPI bertujuan untuk mengukur sejauh mana kesadaran untuk tidak melakukan korupsi, mengukur sistem yang efektif untuk bekerja agar tidak terjadi korupsi, dan mengukur daerah rentan dan berisiko terjadinya korupsi.

“Singkat kata, SPI adalah salah satu survei penilaian integritas ingin mengukur tingkat korupsi. Apakah di kementerian lembaga, di pemerintah daerah (Pemda) provinsi, kabupaten dan kota, termasuk seluruh instansi,” ujar Firli dalam acara Sosialisasi Survei Penilaian Integritas (SPI) 2021 bertema Ukur Risiko Korupsi di Instansi Melalui SPI, yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (27/4/2022) sore.

Karena, lanjut Firli, SPI merupakan amanat daripada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), dan KPK terus menyempurnakan sistem penilaian integritas.

“Sebagaimana tadi yang sudah kita ikuti, SPI digelar dan dicanangkan pertama tahun 2017, setelah itu melakukan perbaikan dan kita lakukan survei penilaian integritas pada tahun 2021,” sebutnya.

Firli menjelaskan, SPI tahun 2021 merupakan titik awal untuk bergerak melakukan perbaikan. Baik itu perbaikan individu, perbaikan sistem agar tidak terjadi celah dan peluang korupsi.

Untuk SPI 2021 lalu, masih kata Firli, angkanya di atas target rata-rata nasional sebesar 70 mencapai 72,5 atau 2,5 persen, di atas target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

“Dari penilaian survei penilaian integritas, tentulah kita bisa belajar banyak untuk mengetahui daerah rawan korupsi. Setidaknya ada lima daerah rawan terjadinya korupsi,” katanya.

Yang pertama, kata Firli, terkait penggunaan fasilitas kantor yang tidak tepat atau bukan untuk kepentingan dinas. Kedua, reformasi birokrasi khususnya terkait dengan jual beli jabatan, mutasi dan demosi.

Ketiga, terkait dengan gratifikasi. Keempat, terkait dengan pelayanan publik yang masih terjadi dan kental dengan suap ataupun gratifikasi.

“Kelima, terkait dengan trading in influence yang tentu juga ini sangat membahayakan, karena bisa saja tindak pidana korupsi terjadi karena peran besar dari pada para penguasa, aparatur penyelenggara negara, aparat penegak hukum yang berpengaruh supaya tentu ada ruang-ruang yang bisa memanfaatkan untuk terjadinya korupsi,” sebutnya.

Dengan demikian, Firli mengajak semua pihak untuk sama-sama bergerak melakukan perbaikan sistem dengan memanfaatkan hasil SPI 2021.

“Jangan pernah ada lagi sistem yang membuat celah dan peluang untuk terjadinya korupsi. Jangan juga pernah lagi terjadi sistem yang ramah terhadap praktik-praktik korupsi,” pungkasnya.

 

(rmol.id/PR)




- -
Komentar Facebook

Komentar dengan account Facebook

;